Saat ini pemerintah melalui Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mengeluarkan wacana untuk membuat
satelit penginderaan jauh pada tahun 2019 mendatang. Biaya yang diperlukan
mencapai Rp 4,5 triliun demi membangun satelit nasional multi-guna. Lantas hal
apa yang menyebabkan pembangunan satelit nasional menjadi begitu penting?
Banyak negara maju maupun berkembang yang sudah menggunakan
satelit pemantau bumi yang digunakan untuk berbagai bidang. Satelit diginakan
sebagai media remote sensing atau penginderaan jarak jauh kondisi bumi, baik
itu penginderaan cuaca, agraria, maritim, maupun kebencanaan nasional. Metode
penginderaan jarak jauh mutlak digunakan untuk pengambilan data-data strategis
secara cepat untuk kepentingan nasional.
Memang untuk satelit telekomunikasi, indonesia sudah memiliki
satelit sendiri hasil pembelian dari asing oleh Bank Rakyat Indonesia. Namun
saat ini Indonesia masih mengandalkan data dari satelit milik asing untuk memperoleh
berbagai data kondisi bumi seperti data parameter cuaca, titik api, maupun
pemantauan kondisi hutan.
Dalam bidang cuaca dan iklim, saat ini Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG) masih menggunakan citra satelit negara lain
seperti MTSAT yang merupakan satelit milik Japan Meteorological Agency (Badan
Meteorologi Jepang). Data tersebut terdiri dari beberapa kanal citra satelit
yang merepresentasikan hasil penginderaan jarak jauh parameter cuaca seperti
tekanan udara, suhu, angin, maupun awan untuk kemudian dianalisia menjadi
prakiraan cuaca. Dengan adanya satelit nasional, tentunya proses pengambilan
citra satelit bisa disesuaikan dengan kondisi cuaca Indonesia yang sangat
dinamis dan berubah setiap saat secara signifikan. Sehingga nantinya BMKG dapat
memberikan kualitas data cuaca yang semakin bagus dan proses peringatan bahaya
cuaca seperti angin kencang, puting beliung, maupun badai secara cepat kepada
masyarakat dengan bantuan penginderaan jarak jauh dari satelit tersebut.
Selain bidang cuaca dan iklim, penginderaan jarak jauh untuk
kebencanaan seperti kebakaran hutan masih megandalkan satelit milik NOAA
Amerika Serikat seperti satelit TERRA, AQUA, dan SUOMI untuk memperoleh data
titik api di beberapa lokasi di indonesia. Namun data yang dihasilkan tidak
diperoleh setiap saat karena data titik api hanya dapat diperoleh apabila
satelit-satelit tersebut melintasi wilayah Indonesia dalam orbitnya. Tentunya
dengan satelit sendiri, kita dapat memperoleh data yang lebih baik karena
satelit tersebut tidak dioperasikan untuk skala global, tetapi kusus untuk
kepentingan nasional.
Dengan pengoperasian satelit
nasional, maka program kemaritiman pemerintah akan ditunjang dengan
penginderaan jarak jauh. Apabila teknologi satelit kita mengadopsi beberapa
teknologi yang sudah di tanam pada satelit asing maka Indonesia akan lbih
maksimum dalam menjalankan program kemaritiman. Contohnya adalah satelit NOAA
yang dapat mendeteksi keberadaan pythoplankton di lautan yang menandai
keberadaan koloni ikan, selain itu apabila satelit dilengkapi Automatic
Identification System/ AIS maka satelit dapat memantau keberadaan
kapal-kapal dalam perairan indonesia.
Dari sudut pandang teknis sendiri, Indonesia sudah
berpengalaman dalam bidang roket dan satelit kecil melalui LAPAN. Pemerintah
melalui BMKG juga sudah memiliki beberapa Ground Station Satellite atau stasiun
penerima data satelit di bebera wilayah seperti Pekanbaru dan Balikpapan yang
biasa digunakan untuk menerima data cuaca dan kebencanaan dari satelit Amerika
Serikat.
Berdasarkan kepentingan dalam bidang- bidang tersebut, sudah
saatnya untuk mewujudkan satelit nasional multiguna untuk mendukung kemajuan
nasional sekaligus mewujudkan kemandirian dalam teknologi satelit. Untuk
mewujudkan satelit nasional, lembaga-lembaga pemerintah seperti LAPAN, BPPT,
BMKG, dan berbagai lembaga terkait harus bersinergi terkait teknis pelaksanaan
satelit nasional ini.